Erwina Boru Tampubolon (25), pekerja seks komersial (PSK) yang sedang hamil tujuh bulan menangis histeris menolak dipulangkan kepada orangtua dan suaminya, di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Sabtu (28/11/2015) dinihari.
"Aku enggak mau pulang, takut aku nanti bapakku suruh tinggal sama suamiku. Aku selalu dipukul, dipaksa menjadi pelacur. Aku mau dibawa saja ke panti sosial," ujarnya kepada petugas sembari menangis.
Ia menjelaskan, saban hari suaminya mengantarnya ke Taman Gajah Mada, jika menolak, Indra akan memukul dan menampar serta melakukan tindakan kekerasan lainnya. Sehingga dia tidak berani untuk menolak permintaan suaminya untuk jadi PSK di pinggir jalan.
"Aku berdiri menjajakkan diri, sedangkan suamiku jadi tukang parkir sambil liat-liat pelanggan. Meskipun aku sedang hamil tetap melayani nafsu orang," ujarnya.
"Tarif di jalan sekali kencan Rp 200 ribu. Sebenarnya,aku enggak mau jadi lonte tapi dipaksa. Bila tidak berikan uang aku akan dipukuli," katanya.
Perempuan berkulit putih ini mengatakan, selama ini sudah
berulangkali pulang ke rumah orangtua karena tidak sanggup menerima
kekerasan dari suaminya. Namun, ayahnya selalu mengusir dan memintanya untuk kembali ke indekos.
"Selama ini aku kos sama suami. Kami kos di Jalan Pabrik Tenun. Aku sudah enggak tahan sama suamiku, aku dipaksa untuk jadi pelacur agar bisa beli sabu-sabunya," ungkapnya.
"Bila aku enggak kasih uang dipukul wajahku. Berulangkali aku pulang ke rumah orangtua, cuma bapak bilang malu digosipkan tetangga, borunya (anak perempuan) hamil kok pulang ke rumah. Makanya aku diusir, enggak boleh pulang," ujarnya. Erwina menuturkan, saat usia kehamilannya masih dua bulan Indra pernah menjualnya kepada bandar sabu-sabu.
"Waktu aku masih hamil dua bulan, teman suamiku datang kasih sabu-sabu ke kos. Jadi, temannya bilang sama aku, pengin berhubungan badan," katanya.
"Suami bilang, bunda kawan ayah pengin dilayani bunda. Awalnya aku enggak mau, cuma suamiku marah-marah jadi aku dibawa ke Hotel Novi, Simpang Barat, di dalam kamar sudah ada teman suamiku dan aku melayani selama satu malam," katanya.
"Selama ini aku kos sama suami. Kami kos di Jalan Pabrik Tenun. Aku sudah enggak tahan sama suamiku, aku dipaksa untuk jadi pelacur agar bisa beli sabu-sabunya," ungkapnya.
"Bila aku enggak kasih uang dipukul wajahku. Berulangkali aku pulang ke rumah orangtua, cuma bapak bilang malu digosipkan tetangga, borunya (anak perempuan) hamil kok pulang ke rumah. Makanya aku diusir, enggak boleh pulang," ujarnya. Erwina menuturkan, saat usia kehamilannya masih dua bulan Indra pernah menjualnya kepada bandar sabu-sabu.
"Waktu aku masih hamil dua bulan, teman suamiku datang kasih sabu-sabu ke kos. Jadi, temannya bilang sama aku, pengin berhubungan badan," katanya.
"Suami bilang, bunda kawan ayah pengin dilayani bunda. Awalnya aku enggak mau, cuma suamiku marah-marah jadi aku dibawa ke Hotel Novi, Simpang Barat, di dalam kamar sudah ada teman suamiku dan aku melayani selama satu malam," katanya.
Ia mengungkapkan, saat itu dapat bayaran dari Rp 500 ribu, namun,
setelah menerima uang itu, suaminya meminta uang tersebut untuk membeli
sabu-sabu di Kampung Kubur.
"Abis kawannya pakek aku. Aku dapat bayaran Rp 500 ribu, tapi dia minta uang seratus ribu beli narkoba," katanya.
"Sakit kali perasaanku, tolong aku bang, suamiku sendiri menjual aku sama temannya. Entah dimana otaknya. Abis aku melayani itu, dibilang pula lumayankan bunda dapat 500 ribu," ujarnya.
Sebelumnya, ada 18 PSK yang dibawa ke kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja untuk didata.
Kemudian, 17 PSK dibawa ke panti sosial untuk mendapat pelatihan menjahit agar tidak melakukan pekerjaan serupa.
"Abis kawannya pakek aku. Aku dapat bayaran Rp 500 ribu, tapi dia minta uang seratus ribu beli narkoba," katanya.
"Sakit kali perasaanku, tolong aku bang, suamiku sendiri menjual aku sama temannya. Entah dimana otaknya. Abis aku melayani itu, dibilang pula lumayankan bunda dapat 500 ribu," ujarnya.
Sebelumnya, ada 18 PSK yang dibawa ke kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja untuk didata.
Kemudian, 17 PSK dibawa ke panti sosial untuk mendapat pelatihan menjahit agar tidak melakukan pekerjaan serupa.
No comments:
Post a Comment