Anda pernah berbelanja di minimarket atau supermarket lalu mendapat
permen sebagai pengganti uang ‘receh’ kembalian? Berdasarkan
undang-undang, pedagang yang melakukan praktik tersebut terancam pidana
denda lima miliar rupiah.
Berdasarkan penelusuran kami, pada dasarnya, jika ditinjau dari
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU
Perlindungan Konsumen”), pasal yang mungkin dapat diterapkan dalam kasus
ini adalah Pasal 15 UU Perlindungan Konsumen yang mengatakan bahwa
pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan
dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan
baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 15 UU
Perlindungan Konsumen berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan
Konsumen adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Akan tetapi, melihat dari bagaimana kembalian berupa permen itu
diberikan kepada pembeli, sepertinya agak sulit untuk menerapkan pasal
ini karena unsur “menawarkan barang/menawarkan permen” di sini tidak
ada.
Hal ini karena pengembalian permen diberikan begitu saja oleh penjual tanpa bermaksud “menawarkan”.
Sebagaimana yang pernah diberitakan dalam laman Republika Online, pada
artikel berjudul Penukar Uang Kembalian dengan Permen Terancam Denda Rp 5
M, Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Pengawasan Barang Beredar
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar (Disperindagsar) Kabupaten
Kotim, Maulana, di Sampit, sebagaimana kami sarikan, berpendapat bahwa
jika konsumen diberikan kembalian permen sebagai pengganti uang
kembalian pecahan kecil dan konsumen tidak mau diberikan kembalian
permen, konsumen berhak menolak. Selain itu, apabila konsumen merasa
dirugikan tentu bisa mengadukan ke Disperindagsar atau kepolisian.
Namun, apabila terjadi kesepakatan penggunaan permen sebagai pengganti
uang kembalian maka hal itu tidak akan menjadi masalah.
Namun, jika kita telaah lebih lanjut dari undang-undang lain, yakni
berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (“UU BI”),
menurut Pasal 2 ayat (3) UU BI, setiap perbuatan yang menggunakan uang
atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi
dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib
menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Sedangkan sanksi bagi yang dengan sengaja melakukan pelanggaran atas
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan Pasal
65 UU BI adalah diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1
(satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Memberikan kembalian merupakan kewajiban penjual dan permen (sebagai
kembalian) bukanlah mata uang, maka kembalian dalam bentuk permen
tidaklah dibenarkan. Hal ini juga dijelaskan oleh Ketua Harian Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (“YLKI”), Sudaryatmo dalam laman
www.nonstop-online.com pada artikel Uang Kembalian Diganti Permen Bisa
Dipenjara yang antara lain mengatakan bahwa berdasarkan UU BI, semua
transaksi yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia harus
menggunakan rupiah, sekecil apa pun transaksinya (lihat Pasal 2 UU BI).
Ia juga mengatakan bahwa permen itu bukan mata uang sebagaimana disebut
dalam UU BI. Jika konsumen atau pembeli tidak terima uang kembalian
diganti dengan permen, maka perbuatan pemberian kembalian dengan permen
tersebut bisa dipidana. Konsumen yang dirugikan juga bisa melaporkan hal
tersebut ke YLKI.
Serupa dengan penjelasan di atas, pada artikel Mengganti kembalian
dengan permen dapat dipidanakanyang kami akses darilaman Portal Nasional
Republik Indonesia, Kabid Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian
dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pangkalpinang, Mariyamah Hidzajim,
mengatakan bahwa konsumen berhak menolak dan melaporkan kepada petugas
Disperindag, perbankan atau kepolisian karena sudah merupakan bagian
dari pelanggaran pidana. Mariyamah juga mengatakan bahwa tindakan
tersebut dianggap pelanggaran dengan mengacu pada UU BI yang menyatakan
bahwa semuatransaksi yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia
harus menggunakan rupiah, sekecil apa pun transaksinya.
No comments:
Post a Comment